GoAsianews.com
Padang (SUMBAR) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Barat melaporkan Gubernur, Bupati /Walikota, hingga DPRD dan Kapolda di Sumatera Barat terkait masih masifnya aktivitas pertambangan ilegal (PETI) ke Komnasham di Sumbar.
Laporan Walhi Sumbar disampaikan melalui Perumus Data dan Resolusi Indonesia (PDRI) ke Kantor Komnas-HAM perwakilan Sumbar, Selasa (7/10/2025).
Tim PDRI Sumatera Barat, Tedi menyampaikan, laporan Walhi melalui PDRI ke Komnas-HAM adalah berkaitan dengan masifnya aktivitas PETI di Sumbar.
Ia melihat, saat ini pejabat utama di level eksekutif, maupun legislatif, dan pejabat penegak hukum seakan hanya menindak setengah hati. Padahal, krisis sosial-ekologis yang semakin terakumulasi akibat pertambangan ilegal (PETI).
“Gagalnya Negara mewujudkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, merupakan pelanggaran HAM. Krisis sosial-ekologis akibat pertambangan ilegal di Sumatera Barat berakar pada krisis politik dan demokrasi, serta akumulasi krisis pada institusi penegak hukum. Meskipun, Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan Kapolri dan Panglima TNI untuk bergerak cepat mengatasi tambang ilegal. Namun, 50 hari pasca pidato kenegaraan tersebut, aktivitas tambang ilegal masih masif di Sumatera Barat,” ungkap Tedi, Rabu (8/10/2025), melalui keterangan tertulisnya. Dilansir dari Katasumbar.
Sebelumnya, pihaknya, sudah melihat pergerakan pejabat utama Sumbar dalam menangani PETI. Diantaranya, pasca dilaksanakan rapat Forkopimda ditingkat Provinsi Sumatera Barat pada 10 September 2025, dan rapat khusus Gubernur dengan seluruh Bupati/Walikota pada 19 September 2025 yang membahas penanganan tambang ilegal. Namun, fakta dilapangan aktivitas PETI tidak menunjukkan kata berhenti.
“Hal ini mengkonfirmasi, ada krisis di tingkat pimpinan daerah dan institusi penegak hukum di Sumatera Barat. Situasi itu telah mendorong kami, PDRI yang dimandatkan WALHI Sumatera Barat untuk melapor dan meminta Komnas HAM Sumbar untuk melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap aktifitas tambang ilegal yang sudah masuk kategori pelanggaran HAM di Sumatera Barat, terutama hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,” terangnya.
“Kami mendesak, Komnas HAM Sumbar memanggil dan memeriksa Kepala Daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota), DPRD (Provinsi dan Kabupaten/Kota), Pejabat Penegak Hukum (Kapolda Sumbar dan Kapolres/Kapolresta) yang di wilayah hukumnya masih terjadi PETI,” ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, pihaknya juga
meminta Komnas-HAM memeriksa instansi yang bertanggungjawab mendata dan mengawasi peredaran alat berat, peredaran BBM, peredaran air raksa dan peredaran emas di Sumatera Barat.
“Rantai bisnis ini, juga penting dibongkar untuk menagih pertanggungjawaban dalam konteks hukum HAM,” jelasnya.
Dari akumulasi krisisnya, Walhi melaporkan 116 titik PETI di Kabupaten Sijunjung yang terindikasi berada di kawasan hutan lindung ((27 titik), hutan produksi (8 titik), hutan produksi terbatas (2 titik), hutan produksi konversi (2 titik) dan Area
Pengunaan lain (77 titik).
Selain itu, juga ada 31 titik di Kabupaten Solok yang terindikasi berada di kawasan hutan lindung (19 titik), hutan produksi (3 titik) dan Area Penggunaan Lain (9 titik). Selain itu, meraka juga menilai PETI di DAS Indragiri tersebut berdampak pada ekosistem di Provinsi Sumatera Barat hingga Provinsi Riau. (*)
Sumber: Katasumbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar